Jangan Lupa Ukur Kinerja Usaha Kita

Setelah mengenal ketiga laporan keuangan kunci (Neraca, Laba Rugi, dan Arus Kas), maka sekarang saatnya kita bisa menggunakan senjata-senjata tersebut. Selain karena akan mubadzir banyak senjata yang ada tanpa fungsi, lebih mubadzir lagi sebuah usaha yang lupa untuk diukur.

Ukuran kinerja bagi orang non-akuntansi seringkali berhenti di berapa laba yang dihasilkan. Tapi tentu tidak demikian halnya dalam dunia keuangan. Secara sederhana, beberapa komponen penting dalam laporan keuangan (kali ini kita ambil dari Neraca dan Laba Rugi) akan menghasilkan beberapa rasio yang dijadikan ukuran kinerja usaha.
Dari penjelasan sederhana tadi, dapat dikatakan bahwa rasio-rasio dimaksud menghubungkan kedua laporan keuangan yang ada.

Laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) dapat diukur terhadap total aktiva (TA) atau modal usaha (Dana Pemilik + Hutang Jangka Panjang) atau kekayaan bersih (Dana Pemilik). Kita juga dapat melakukan hal yang sama terhadap laba sebelum pajak (EBT) dan laba setelah pajak (EAT). Ini saja sudah mampu menyajikan sembilan ukuran kinerja atas usaha kita, bahkan sangat mungkin akan dijumpai beberapa variasinya.

Keberagaman ini menimbulkan kebingungan bagi kalangan managerial dan business owner non-keuangan, tapi yang perlu diingat adalah esensinya bahwa rasio membandingkan antara nilai dalam laba rugi (hasil operasional) dengan nilai dalam neraca (angka investasi). Poinnya, bahwa sekarang kita tidak lagi berhenti di angka laba pada saat membicarakan ukuran kinerja, tapi juga relevansi angka tersebut terhadap nilai yang sudah dikeluarkan untuk menghasilkannya.

Laba atas Investasi

Istilah ‘laba investasi’ (return on investment, ROI) berkaitan dengan salah satu konsep penting keuangan. Yaitu setiap nilai yang dihasilkan harus dipersandingkan dengan nilai yang sudah dikeluarkan untuk menghasilkannya. Dalam dunia keuangan, modal atau investasi diperoleh dengan biaya tertentu (bunga, bagi hasil, dan sebagainya) yang hanya bisa dibayarkan jika penggunaan nilai investasi tersebut efisien dan menghasilkan. Jika laba investasi sama atau lebih besar dari biaya perolehannya, maka bisnis dapat terus berjalan. Inilah kenapa kemudian muncul paradigma, bisnis tak boleh rugi.

Dua Ukuran ROI

Secara lebih spesifik, ROI seringkali diidentikkan dengan dua ukuran yang lebih praktis yaitu laba ekuitas (ROE) dan laba total aktiva (ROTA). Laba total aktiva menyajikan efisiensi operasional perusahaan secara keseluruhan, sementara laba ekuitas mengkaji bagaimana efisiensi operasional itu diubah menjadi laba bagi para pemilik perusahaan.

Return On Total Asset (ROTA)

Tiga variabel penting dalam menyajikan ROTA adalah; total pendapatan, total biaya, dan aktiva yang digunakan. Total pendapatan dikurangi total biaya menghasilkan EBIT sebagai angka atas dalam rumus ROTA, yang kemudian akan dibagi dengan total aktiva sebagai angka bawah atau pembaginya.

jangan-lupa-ukur-kinerja-usaha

Secara sederhana, angka ini menunjukkan seberapa baik manajemen menggunakan aktiva perusahaan dalam bisnis yang diselenggarakan untuk menghasilkan surplus operasional sebagaimana dibahas dalam paragraf sebelumnya.

Sedikit lebih njelimet, ROTA dapat juga dibaca sebagai ukuran atas margin laba yang dihasilkan dari penjualan dan perputaran aktiva yang ada. Koq bisa? silahkan simak persamaan sederhana berikut ini:

jangan-lupa-ukur-kinerja-usaha

Sekarang kita sudah memperkaya pemahaman dengan dua rasio penting : “margin laba” dan “perputaran aktiva”, keduanya memiliki kontribusi yang sama kuat dalam menentukan ROTA. Semakin tinggi margin laba usaha kita, semakin tinggi pula ROTA kita, yang artinya semakin bagus ukuran keberhasilan investasi/bisnis kita. Demikian juga, semakin bagus perputaran aktiva kita, semakin bagus ROTA kita, semakin keren investasi/bisnis kita.

Return On Equity

Rasio ini dapat dikatakan sebagai rasio terpenting dalam bisnis, karena menyajikan laba absolut yang diperuntukkan bagi pemilik saham atau business owner.

Secara sederhana dapat dipahami dari rumus yang ada
jangan-lupa-ukur-kinerja-usaha

Angka atas dalam rumus ini adalah laba setelah pajak (EAT) yang sebagaimana kita sudah pelajari dalam seri sebelumnya, merupakan laba absolut hak pemilik saham karena sebelumnya telah dikeluarkan hak pemberi pinjaman (bunga) dan pemerintah (pajak). Sedangkan angka bawah adalah dana pemilik, yang merupakan pengeluaran murni oleh pemilik perusahaan dalam rangka membentuk usahanya.

Pada level bisnis pribadi, kondisi ROE yang baik akan mengantarkannya pada kondisi keuangan yang lebih baik untuk terus bertahan dan berkembang. Karena dengan ROE yang baik, akan menarik para pemberi modal untuk berinvestasi lebih sehingga perusahaan dapat menghasilkan laba lebih besar dan seterusnya.

Lalu apa standarnya?

Seringkali ukuran standar seberapa besar ROTA dan ROE dikatakan bagus dikaitkan dengan kondisi sekitar (inflasi, kondisi ekonomi, dll), namun tak jarang juga dipergunakan standar rata-rata industri yang diperoleh dari angka acuan beberapa perusahaan terkemuka dalam industri yang sama.
Padahal, tak jarang perusahaan yang lebih kecil mampu menghasilkan ROTA dan ROE dengan prosentase yang lebih besar, lalu kenapa tetap digunakan? Jawabannya adalah konsistensi.

Ya, untuk menjadi acuan ukuran kinerja di industri, beberapa perusahaan telah menunjukkan konsistensi dalam meraih angka-angka prestasi tersebut. Karenanya mereka dijadikan acuan, maka meski sekarang nilai ROE dan ROTA mereka lebih kecil dari sebuah capaian perusahaan pemula, tetap saja merekalah pemimpin bisnis di industri tersebut.

Jadi ingat kata-kata The Rock nih..

Success isn’t always about greatness; is about concistency. Consistent hardwork gain success, greatness will come  (Dwayne “The Rock” Johnson)

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *