Fast & Safe

Picture : Speed by Gregor Fischer (flickr.com)
Picture : Speed by Gregor Fischer (flickr.com)

Tulisan kali ini bukanlah tentang Fast & Furious, film tentang lomba balap mobil yang terkenal itu tapi tulisan ini juga membahas soal kecepatan sih. Kecepatan dalam hal usaha. Saya yakin di antara kita semua pernah menunda suatu pekerjaan/keputusan, dengan berbagai alasan. Termasuk, menunda untuk memikirkan apa akibatnya apabila kita menunda pekerjaan/keputusan itu

Dalam bisnis, terutama pimpinan, terkadang memang perlu menunda suatu keputusan, akan tetapi pada umumnya, kecepatan lebih disukai daripada lamban dalam bertindak. Tentu, kecepatan ini juga harus diiringi dengan ketepatan pula. Karena cepat namun meleset bisa berakibat fatal. Kecepatan dalam mengambil keputusan tentunya memang dibutuhkan, apalagi jika kita bergerak dalam dunia usaha yang mengharuskan kita bergerak cepat, seperti industri teknologi. Coba bayangkan jika Google (Android) tidak cepat mengeluarkan update software mereka untuk mengatasi bugs sebelumnya, berapa banyak pelanggan Google (Android) yang akan lari?

Cepat memang diperlukan, tapi seperti yang saya tuliskan di atas, cepat juga perlu tepat. Jangan sampai meleset. Banyak yang mengasumsikan bahwa keputusan yang digodok lebih lama (baca: lamban) biasanya cenderung tidak meleset. Hal ini karena lebih banyak pertimbangan dan diharapkan dengannya berkurang resiko ke-tidaktepat-an sasaran tersebut. Tapi bukan berarti lamban juga tanpa resiko ketidaktepatan tadi, bisa saja saat keputusan diambil, sasaran tersebut sudah lari. Kalau sudah demikian, apalagi yang mau kita sasar?

Karena itulah banyak yang suka bergerak cepat dalam mengambil keputusan agar tidak kehilangan momentum. Seorang entrepreneur, mensyaratkan reaksi cepat atas setiap dinamika yang terjadi dengan dasar itu. Bahwa seorang entrepreneur sudah siap dengan kegagalan, akan tetapi bukanlah berarti kita harus seolah menghambur-hamburkan kegagalan.

Pictuer : Moving Along by Andrew Storms (flickr.com)
Pictuer : Moving Along by Andrew Storms (flickr.com)

Membicarakan soal kecepatan ataupun kelambanan dalam mengambil keputusan, baik sebagai pimpinan perusahaan ataupun sebagai entrepreneur, kita kita harus berbicara mengenai resiko. Dalam dunia usaha, kita diharapkan bisa menjadi risk taker (pengambil resiko) jika ingin berkembang atau memenangkan persaingan. Tentu, dengan perhitungan resiko yang mumpuni pula. Di sinilah bedanya berlaku cepat dan aman, dengan berlaku cepat tapi konyol.

Bayangkan, kalau kamu seorang pimpinan dengan level dan kewenangan yang jelas memadai untuk melakukan sebuah pengeluaran, kemudian dengan sengaja menunda sebuah pembelian dengan alasan belum mengetahui informasi lengkap atas pembelian tersebut sementara yang ada adalah informasi bahwa pembelian tersebut urgent bagi operasional?

Bagaimana menurut kalian? Menurut saya pribadi, itu adalah sebuah kelambanan. Cari informasi secepatnya, lalu putuskan sebagaimana “diperintahkan” oleh operasional! Tentu disini bukan perihal siapa memerintah siapa? Karena apapun posisi anda, keberlangsungan bisnis adalah sebuah prinsip yang harus dijaga bersama. Apalagi jika kamu adalah pimpinan sebuah perusahaan.

Sebagai seorang pimpinan, pengetahuan dan jaringan disyaratkan lebih luas daripada bawahannya karena mereka dituntut bereaksi cepat dengan resiko tertentu. Dengan jaringan memadai, maka pimpinan bisa melakukan review dan cross-check akan sebuah kondisi dengan cepat, sehingga tak perlu waktu lama mereka bisa memutuskan tindakan yang harus diambil dari sebuah kondisi tersebut.

KOREA vs JEPANG

Ngomong-ngomong, kamu tahu kenapa perusahaan Korea akhir-akhir ini bisa mengalahkan perusahaan Jepang? Salah satunya adalah budaya kerja cepat Korea yang berkebalikan dengan birokrasi Jepang. Di banyak perusahaan Jepang, penghormatan kepada yang tua merambah birokrasi dalam sebuah perusahaan. Sehingga untuk memutuskan sebuah launching produk harus melalui rapat yang dihadiri seluruh pimpinan senior.

Sedangkan di perusahaan Korea, anak muda diberi keleluasaan dalam berinovasi, dan meluncurkan produk baru seolah sangat gampang bagi mereka. Di sinilah perbedaannya, ketika konsumen juga berada pada dimensi paralel dengan produk maka kecepatan menangkap kebutuhan mereka adalah sebuah keniscayaan untuk memenangkan persaingan.Dan dibuktikan oleh banyak perusahaan Korea, terutama dalam industri elektroniknya.

Silahkan kamu ke pusat elektronik dan tanyakan rekomendasi untuk televisi pintar. Saya hampir yakin 9 dari 10 toko yang didatangi akan menyarankan Samsung dan/atau LG yang notabene produk Korea, bukan SONY atau Polytron yang sudah terlebih dahulu merajai pasar televisi di Indonesia. Inilah contoh paling nyata dari masalah cepat vs lamban dalam pengambilan keputusan itu.

Dan jika kamu adalah seseorang yang ingin terjun sebagai entrepreneur ataupun sebagai pemegang pucuk pimpinan, mana yang kamu lebih pilih? Seperti Korea atau Jepang?

 

Kalau saya pribadi sih memilih: palli-palli….(cepat-cepat; dalam bahasa Korea).

1 komentar

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *