Etika Bisnis Tak Kenal Usia Praktek Usaha! Muda dan Senior Berbagi Inspirasi Usaha

etika bisnis tak kenal usia
Etika bisnis tak kenal usia - belajar dari yang tua dan muda

Ada dua kejadian dengan satu kesimpulan bahwa etika bisnis tidak kenal usia lamanya berusaha. Kesimpulan itulah yang kemudian jadi judul tulisan ini. Semuanya berawal dari hal yang sama : rahasia.

Dalam dunia usaha (entrepreneurship), salah satu yang dipegang kuat adalah kepercayaan. Kepercayaan ini pun datang dari kebiasaan si pelaku dalam sehari-hari. Dalam praktek mereka menjalankan usaha.

Itu adalah bagian dalam etika bisnis yang dipegang kuat oleh para pelaku. Pembelajaran dari sebuah RAHASIA yang telah terungkap ini, membuat saya belajar. Simak lengkapnya saja di sini.

etika bisnis tak kenal usia
Etika bisnis tak kenal usia – belajar dari yang tua dan muda

Kisah Pertama : Dari Yang Muda

Muda di sini lebih kepada usia usaha. Seorang #rekantumbuh dalam cerita ini memang pengusaha pemula. Setidaknya kurang dari 5 (lima) tahun dia menjalani bisnisnya.

Dalam milestone lima-tahunan itulah kemudian dia bermaksud membahas fase pengembangan usahanya. Singkatnya, kemudian kami dampingi menyusun rencana usaha dan rencana keberlangsungan usaha (Business Plan and Business Continuity Plan).

Setelah semuanya jadi, tibalah saatnya dia “ngamen”. Menyodorkan sebuah bundle optimismenya kepada beberapa pihak yang dia rasa bisa membantunya. Menjadi partnernya dalam pengembangan usaha. Utamanya dalam pengadaan sumber daya.

Tibalah dia kepada seorang sepuh yang kesekian kalinya. Memang agenda “ngamen” ini tidak pernah diharapkan berlangsung singkat. Butuh kesabaran dan keuletan ekstra.

“Apakah dalam setiap pitching-mu kamu gelar data sedemikian rupa seperti di depan saya ini?” tanya si orang tua.

“Iya, tentu. Bukankah saya harus meyakinkan calon partner saya?” jawab #rekantumbuh kita ini.

Sampai di sini, kita lompat dulu ke kisah satunya.

Kisah Kedua : Dari Yang Tua

Kali ini tua pun lebih kepada usia usaha. Seorang #rekantumbuh kami yang sudah puluhan tahun menjalani usaha. Entah hal apa di awalnya sehingga akhirnya kami memperoleh kehormatan menjadi teman ngopi membahas kelanjutan usahanya.

Singkatnya (lagi), akhirnya sebuah paket solusi usaha kami sepakati untuk memperbaiki keadaan usahanya. Sama, akhirnya kita sepakat “ngamen” lagi. Dan, akhirnya kita ketemu satu pihak yang bisa menjadi dewa penolong.

etika bisnis tak kenal usia
Konsultasi – menyiapkan segalanya untuk bisnis. Namun, realitanya adalah etika bisnis tak kenal usia. Pengalaman jadi konsultan mengajarkan ini! (foto: pexels.com)

Pembicaraan-pembicaraan awal pun lancar dilakukan. Beberapa kesepakatan wacana kerjasama menjadi poin bersama. Hingga akhirnya kesepakatan harus dibuat antar para pihak secara formal.

The devil is in the detail.

Saat klien kami ini harus merelakan sharing kepada kami selaku konsultan.

Namun entah kenapa agreement yang tinggal teken itu menjadi mbulet dan susah dipahami. Pada akhirnya kami ketahui bahwa #RekanTumbuh klien kami ini ingin bypass langsung agreement dengan investor. Tanpa melalui kami.

Tentang Rahasia Yang Terbuka

Moral content dari kedua cerita di atas adalah tentang bagaimana kita menjaga amanah.

Kepercayaan kita diuji manakala kita dihadapkan pada titipan rahasia. Dalam cerita di atas, rahasia itu berupa Business Plan dan Business Continuity Plan.

Dalam cerita pertama, pihak penerima rahasia justru menjadi pihak yang mengingatkan. Bahwa jika terlalu terbuka tentang data rencana kepada calon investor. Bisa jadi investor menyatakan mundur bekerjasama dan menjalankannya sendiri.

Sementara dalam cerita kedua, pihak penerima rahasia justru merasa rugi. Akan lebih menguntungkan jika kemudian rahasia itu dijalankan sendiri. Tanpa melibatkan pihak yang justru penemu ide dimaksud.

Dalam bisnis, tidak melulu kita hanya mempertimbangkan benar atau salah. Tapi lebih penting lagi; baik atau buruk.

Yes… Etika Bisnis Tak Kenal Usia (Entah Pengusaha Pemula ataupun Senior)

Dan, seperti dalam judul sharing ini; muda-tua bukan jaminan untuk bisa baik senantiasa.

Untuk sekadar mengerti yang mana yang baik dan mana yang salah bisa dipelajari dari literatur. Tapi untuk selalu mempertimbangkan sebuah keputusan baik atau buruk, literatur takkan pernah cukup.

Butuh kematangan dan kebijaksanaan. Sayangnya waktu tidak memberikan jaminan.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *