Beberapa hari yang lalu saya sempat menikmati indahnya Bromo dengan savana dan kawahnya yang telah menjadi icon kebanggaan Indonesia, khususnya pelaku wisata Jawa Timur. Dalam kesempatan itu saya sangat senang bisa menikmati kembali hobi (atau tepatnya impian untuk menjadi hobi) berkuda, benar-benar berkuda secara lepas tanpa diiringi pemandu wisata kuda disana, tentu saya ijin dulu kepada pemiliknya.
Berkuda bagi saya bukan sekedar aktivitas berkendara, atau sekedar olahraga. Bagi saya berkuda mampu memberi sensasi tersendiri, kebebasan, penyatuan dengan alam, mengendalikan keadaan yang penuh tantangan, dan masih banyak sensasi tak tergambarkan lainnya.
Sepulang dari sana saya jadi teringat kisah V6 Ranch yang menjadi salah satu topik di buku The $100 Startup karya Chris Guillebeau (2012).
Sebuah bisnis yang menyediakan akomodasi berkuda di tengah-tengah kota Los Angeles dan San Francisco oleh John dan Barbara di tahun 2006, tepat setelah bisnis furnitur yang sebelumnya mereka geluti selama 15 tahun harus terkena musibah kebakaran hebat.
Dalam sebuah interview mereka mengatakan: “Kami menawarkan kebebasan. Pekerjaan kami membantu para tamu melarikan diri, meski hanya sesaat, dan menjadi orang yang sama sekali lain”. Sebuah gambaran paling dekat atas apa yang saya rasakan.
Bisnis, Solusi, dan Kebebasan
Dalam mengambil keputusan untuk memulai bisnis, sudah seringkali kita mendengar bahwa alasan beberapa orang memulainya adalah untuk mendapatkan sebuah kehidupan yang penuh kebebasan yang mereka rindukan selama sebelumnya menjadi karyawan.
Bahkan mereka secara sukarela menukar gaji yang sangat besar yang sebelumnya mereka nikmati dari sebuah perusahaan besar demi sebuah aktivitas recehan, plus kebebasan.
Tidaklah salah memulai bisnis dengan orientasi kebebasan sebagaimana disampaikan diatas, hanya saja seharusnya sebuah visi tidak hanya bersandar pada sesuatu yang ego-centris seperti itu. Sebuah visi untuk memulai bisnis, seharusnya berorientasi pada solusi yang bisa ditawarkan kepada sesama.
Sebagaimana pernah disampaikan oleh Bapak Sandiaga Uno, wirausahawan sukses Indonesia, bahwa sebuah bisnis haruslah dibangun dengan semangat untuk memberikan solusi kepada sesama secara seluas-luasnya. Bahkan banyak pebisnis dunia memulai bisnisnya dengan tidak memikirkan nilai uang di dalamnya, mereka hanya berpikir untuk bisa memberi manfaat atas pengembangan ide-idenya.
Kembali kepada contoh V6 Ranch, mereka menangkap adanya kegelisahan para penduduk kota besar akan kehidupan mereka yang semakin terasa konstan. Untuk itulah mereka memberikan solusi untuk “melarikan diri” dari keterkungkungan semacam itu. Dan, solusi berkuda menjadi ide cemerlang yang kemudian berkembang menjadi bisnis.
Dalam tataran konsep yang sama, teman-teman kami di Indonesia Digital Broadcaster (IDcaster) menyebutnya sebagai Teleportasi Manfaat. Mereka menyebarkan manfaat atas sebuah event untuk dapat dinikmati orang-orang di seluruh dunia melalui jasa livestreaming murah, dan bahkan gratis untuk event-event tertentu, melalui channel webTV Indonesia.
Masih banyak lagi contoh bisnis yang bermula dari pemikiran non-bisnis yang kemudian menjadi bisnis yang berkembang pesat. Bahkan seorang Mark Zuckerberg pun tidak berpikir membuat Facebook untuk menghasilkan uang, tapi justru pemikiran semacam itu yang bisa mengantarkannya menjadi milyarder dunia.
Berkuda – Belajar Berbisnis dan Pengelolaan Usaha

Selain solusi dan kebebasan, rupanya aktivitas berkuda kemarin juga memberi insight bisnis loh, bukan hanya karena si pemandu kuda di Bromo memesan dua ekor kuda dari Sumbawa kepada teman saya yang asli sana. Lebih dari itu, ada beberapa bagian dari aktivitas berkuda yang bisa menjadi pembelajaran dalam bisnis dan pengelolaannya.
Pijakan Kaki sebagaimana Visi
Dalam berkuda, ternyata juga dibutuhkan kuda-kuda. Kaki kita dalam berkuda harus menjejak kuat agar menstabilkan posisi kita saat dibawa berlari sang kuda. Ini seperti gambaran visi bagi seorang entrepreneur. Sebuah bisnis harus berpijak pada visi yang kuat agar tetap teguh dalam menghadapi setiap dinamika usaha.
Visi yang kuat juga menjadi jaminan “keras kepala” bagi seorang entrepreneur dalam mempertahankan bisnisnya, karena sebuah visi membutuhkan waktu dalam mewujudkannya, juga akan dihadapkan pada kondisi-kondisi yang bisa jadi penuh tantangan dalam menjalankannya.
Sebuah visi juga berarti “tidak menjejak tanah” sebagaimana pijakan dalam berkuda. Kaki seorang penunggang kuda tidak menginjak tanah, seperti itu juga seharusnya sebuah visi, “melayang” tapi kokoh. Sebuah visi adalah kenyataan di masa yang akan datang, bukan kondisi sekarang yang membumi.
Setelah visi ditetapkan “melayang” dan dengan pijakan yang kokoh, maka kita siap dibawa berlari, bahkan melayang menuju ke nikmatnya berbisnis.
Komunikasi dengan Kuda
Ini adalah hal tersulit menurut saya, menyatunya bahasa penunggang dan kudanya. Terdengar sederhana tapi sungguh harus dipelajari dengan seksama. Karena tentu berbeda bahasa kita dengan bahasa kuda, maka bisa dipastikan bahwa yang saling dipahami adalah bukan bahasa manusia maupun bukan bahasa kuda. Ini adalah bahasa berkuda.
Dalam bisnis, ada komunikasi bisnis.
Di dalamnya ada banyak hal yang harus dipahami. Terkadang muatan personal lebih kental, misalnya di perusahaan keluarga. Atau juga professionalitas yang cenderung kaku, yang jelas bisnis memiliki bahasa tersendiri, mempunyai pendekatan tersendiri.
Dan, sebagaimana bahasa berkuda, tidak ada kemampuan tertulis untuk komunikasi bisnis. Untuk fasih berbahasa bisnis seorang entrepreneur tidak bisa mempelajari “grammatikal” karena memang tidak ada aturan bakunya.
Yang harus dilakukan adalah harus selalu berlatih sesering mungkin bercengkerama dengan sang kuda sembari berkendara. Dalam bisnis, anda harus sesering mungkin menghadapi dinamikanya, agar bisa menjadi luwes dan fasih dalam berkomunikasi bisnis.
Jadi, kapan kita berkuda lagi?
Nice bos. Prinsip berkuda dan berbisnis.
Thank you Boss, semoga lekas ketulusan doyan berkuda.