Belajar dari Perkenalan

etika bisnis tak kenal usia
Etika bisnis tak kenal usia - belajar dari yang tua dan muda

Suatu hari saya menghadiri sebuah workshop di Jakarta yang pesertanya beragam dari berbagai penjuru kota di Indonesia. Di saat menunggu waktu dibukanya acara, kami duduk-duduk di lobby dan tiba-tiba seorang Bapak menemui kami.

Dengan nada yang jelas dan tegas beliau menyalami kami dan langsung menanyakan apakah kami di sini dalam rangka mengikuti acara yang sama dengan yang beliau maksud. Sebuah perkenalan yang mungkin biasa kalian alami juga dalam hidup.

Perkenalan pun berlanjut dengan percakapan. Percakapan yang berlangsung dengan setting yang sama; seolah kami diinterogasi oleh beliau.

Dalam hati langsung saya coba tebak bahwa beliau pasti anggota personel militer, setidaknya pensiunan, pikir saya. Dan, benar saja, setelah percakapan berjalan “lebih normal” kami bisa saling bertukar identitas dengan lebih santai.

Beliau pun menceritakan bahwa beliau minta tolong nanti anaknya yang beliau antarkan untuk ditemani dalam acara tersebut karena baru pertama di Jakarta dan akan beliau tinggal selama acara.

Tak lupa, beliau pun memperkenalkan diri sebagai anggota aktif sebuah kesatuan militer di sebuah kota.

Apa yang bisa dipelajari dari kejadian ini – Belajar Dari Perkenalan yang biasa dilakukan oleh kita?

belajar dari perkenalan
Belajar dari Perkenalan dengan orang baru

Belajar dari Perkenalan: Seharusnya Universal

Dalam setiap kesempatan, sebagai entrepreneur seharusnya kita menjalankan fungsi anchor atas usaha kita. Maka dari itu, perkenalan usaha menjadi penting.

Dalam salah satu teori, seorang pengusaha setidaknya memperkenalkan usahanya selama tiga menit setiap kali bertemu orang baru.

Demikian juga dalam pertemuan pribadi, lazimnya perkenalan dimulai dengan sapaan yang universal. Dalam banyak kasus, sapaan itu akan lebih mudah diterapkan di seluruh penjuru dunia sebagai senyuman tulus.

Karena senyuman tulus di manapun sama bentuknya, sebuah lengkungan yang meluruskan banyak hal. Sebuah garis tidak lurus yang kemampuannya menyembunyikan hal apapun sangat mengagumkan.

Dalam perkenalan bisnis pun, perkenalan sebaiknya dimulai dengan sesuatu yang universal (baca: bisa diterima kedua belah pihak).

Perkenalan adalah tentang Being Proud

Point kedua yang bisa diambil dari kisah di atas adalah, kepercayaan diri atas siapa dan apa diri kita. Dalam beberapa pengalaman, saya rasa belum ada kebanggaan yang begitu nampak proporsional dari seseorang dengan profesi selain tentara.

Tidak lebih, juga tidak kurang. Tidak sombong, namun juga tidak merendahkan diri.

Belajar dari Perkenalan

Seharusnya seperti itulah seorang entrepreneur memperkenalkan bisnisnya kepada setiap orang yang ditemuinya. Jangan terlalu membanggakan aktivitas bisnismu, tapi juga jangan merendahkannya. Terlalu abstrak memang dalam tulisan, tapi yang pasti saya yakin kamu tau maksud saya.

Dalam sebuah pengalaman lain, saya pernah memberi input kepada seorang teman yang menggeluti MLM, bahwa jangan terlalu menggunakan pendekatan “iming-iming” keberhasilan dalam memasarkan produk yang sesungguhnya memiliki nilai jual. Benar, bahwa setiap orang berbisnis menginginkan peningkatan kesejahteraan, tapi yang pasti tidak untuk dipamerkan.

Jadi, mulailah berlatih untuk tersenyum dan memperkenalkan bisnis anda secara proporsional, siap?

Mari Teleportasikan Manfaatnya.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *