Di Indonesia, negara tercinta ini, memang banyak sekali musim. Tidak hanya musim kemarau dan penghujan, masih banyak musim-musim lainnya. Misalnya, musim durian, musim ojek payung, musim bola, musim pileg dengan baliho kampanyenya, dan musim-musim lainnya. Plus, hobi pun di Indonesia mempunya musim sendiri.
Dulu sempat ada musim burung Cici Prenjak, kemudian musim tanaman Gelombang Cinta, dilanjutkan musim Adenium, terus belum lama berselang kembali ke musim burung Kenari. Dan, akhirnya sekarang tibalah kita di musim Batu Akik atau Gemstone.
Sebenarnya, apa sih Batu Akik itu?

Menurut wikipedia;
Batu permata adalah sebuah mineral, batu yang dibentuk dari hasil proses geologi yang unsurnya terdiri atas satu atau beberapa komponen kimia yang mempunyai harga jual tinggi, dan diminati oleh para kolektor. Batu permata harus dipoles sebelum dijadikan perhiasan.
Di dunia ini tidak semua tempat mengandung batu permata. Di Indonesia hanya beberapa tempat yang mengandung batu permata antara lain:
Provinsi Banten dengan Kalimayanya
Lampung dengan batu jenis-jenis anggur yang menawan dan jenis cempaka
Pulau Kalimantan dengan Kecubungnya (amethys) dan Intan (berlian).
Batu permata mempunyai nama dari mulai huruf A sampai huruf Z yang diklasifikasikan menurut kekerasannya yang dikenal dengan Skala Mohs dari 1 sampai 10. Permata yang paling diminati di dunia adalah yang berkristal yang selain jenis batu mulia seperti Berlian, Zamrud, Ruby dan Safir, batu-batu akik jenis anggur seperti Biru Langit, bungur atau kecubung yang berasal dari Tanjung Bintang, Lampung saat ini banyak di buru oleh para kolektor karena kualitas kristalnya.
Nah, pertanyaan berikutnya, apakah batu akik ini akan berakhir seperti monkey business lainnya?
Monkey Business
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, saya share dulu sebuah cerita ya.
Tersebutlah di sebuah desa di tengah hutan yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai penggarap ladang. Ladang-ladang ini dimiliki oleh orang paling kaya di desa tersebut. Suatu ketika, seperti halnya di Indonesia, datanglah musim serangan monyet menghabiskan hasil ladang yang belum sempat dipanen.
Akhirnya, sang pemilik ladang marah dan mengadakan sayembara, bagi para penduduk desa yang bisa menangkap monyet-monyet itu maka akan diberi hadiah berupa upah 250rbu per ekor monyet yang ditangkap dalam keadaan hidup.
Tanpa disadari, beralihlah profesi para penduduk kampung yang semula adalah petani menjadi penangkap monyet di sore harinya. Ratusan monyet terjaring dan diserahkan hidup-hidup kepada si orang kaya. Monyet-monyet ini lalu dimasukkan di kandang di pekarangan belakang rumahnya yang sudah disiapkan menjadi karantinanya. Serangan monyet ke ladang pun mereda.
Namun, karena masih belum puas, si orang kaya menaikkan upah untuk menangkap monyet-monyet yang masih mengganggu ladangnya. Kali ini degan ganjaran 500rbu untuk setiap monyet yang ditangkap hidup-hidup. Para penduduk kampung pun gegap gempita menangkap monyet yang makin langka.
Beberapa di antaranya beruntung dan mendapatkan hadiah sebagaimana dijanjikan. Tapi kebanyakan mengeluh karena makin susah mendapatkan monyet untuk ditangkap, mereka sudah mulai lupa berladang dan terobsesi untuk menangkap monyet dengan ganjaran berlipat.
Kali ini, si orang kaya benar-benar membuat gempar warga. Dia mengumumkan bahwa dia akan keluar kota dan ingin pastikan ladangnya aman dari serangan monyet satu ekor pun. Untuk itu dia mengumumkan barang siapa menangkap satu ekor monyet akan diganjar 1juta!!!
Para penduduk pun tergiur tapi tak tau harus berbuat apa, berburu monyet sudah membuat mereka lelah tanpa hasil akhir-akhir ini. Akan tetapi 1juta itu menggiurkan bahkan jika mereka harus meninggalkan aktivitas berladang di siang hari untuk memburu monyet yang tenang di tengah hutan.
Saat itulah sang penjaga karantina monyet memiliki ide brilliant. Dia menawarkan, mumpung si orang kaya sedang keluar kota, untuk melepas semua monyet yang ada di kandang dan menjualnya kepada warga dengan harga 750rbu per ekor.
Nanti dia akan kabarkan kepada si orang kaya bahwa ada bencana menyerang karantina, sehingga waktu si orang kaya pulang maka dia berkewajiban untuk membayar hadiah kepada warga 1juta per ekor monyet yang “tertangkap”. Kesepakatan pun terjadi, dan warga membeli monyet dari sang penjaga.
Sang penjaga pun pergi menyusul si orang kaya dengan maksud menyampaikan kabar bencana yang menimpa karantina. Tapi mereka berdua tidak pernah kembali ke kampung itu. Tinggallah warga dan monyet-monyetnya yang seharga 750rbu per ekor.
Lalu, akankah batu akik menjadi the next monkey business. Tunggu lanjutan sharing kami sabtu depan 🙂
Seru juga cerita monyetnya
Kasian penduduk desa Karena tertipu oleh kedua orang yg melarikan diri kekota
Hehehe,, begitulah mba mia,sudah kejadian juga di kita kan pada kasus “gelombang cinta”. Kalo untuk batu akik sendiri, silahkan mampir di lanjutan sharing kami berikut : https://sangentrepreneur.wordpress.com/2015/05/07/batu-akik-indonesia-yang-naik-kelas/