Arus Kas Bukanlah Laba

Saat laba perusahaan meningkat, bisa saja posisi kas perusahaan justru menurun. Untuk dapat memahami fenomena ini, terasa mudah bagi seorang manager atau business owner dengan background accounting. Namun sebaliknya, banyak kalangan non-akuntansi yang menjadikan ini sebagai paradoks yang kompleks. Hal ini tentu tidak terlepas dari adanya kesalahpahaman antara apa itu laba dan arus kas sebagaimana dibahas pada tulisan sebelumnya dalam seri Manajemen Keuangan dan Akuntansi untuk Startups (MKA4S) ini.

Cash Flow

Laporan arus kas (statement of cashflow) melengkapi perangkat laporan perusahaan yang dibutuhkan untuk menelusuri aliran dana di seluruh bagian perusahaan. Arus kas mengidentifikasi kemana perginya kas dan dari mana kas tersebut berasal serta merupakan alat yang sangat baik untuk menjelaskan perubahan dari berbagai rasio likuiditas (rasio ini akan kami bahas dalam tulisan-tulisan berikutnya). Beberapa pihak malah berpendapat bahwa laporan arus kas ini lebih bisa diandalkan dan kurang bisa dimanipulasi dibandingkan dengan laporan laba rugi. Pun demikian, perlu tetap diingat bahwa laporan arus kas tetap tidak bisa menggantikan laporan laba rugi. Laporan laba rugi mampu membedakan dengan jelas kas yang dibayarkan untuk membayar tagihan listrik bulan terakhir dan kas yang dibayarkan untuk membayar sewa gedung selama beberapa tahun ke depan.

Akan tetapi laporan arus kas membuat perusahaan tidak mudah menemukan cara untuk menyembunyikan kegiatan perusahaan, karena dalam laporan arus kas terdapat aturan baku dan sederhana: ketika suatu cek diterima terjadi arus kas masuk, dan ketika suatu cek dikeluarkan maka terjadi arus kas keluar, sesederhana itu. Bagaimana logika ataas laporan arus kas ini? mari kita coba bahas.

Metode Sumber dan Penggunaan Dana

Dalam metode ini, aturan penyusunan yang harus dipegang adalah:

– Aktiva yang mengalami peningkatan menunjukkan arus kas keluar, dan aktiva yang menurun menunjukkan arus kas masuk.

– Pasiva yang meningkat menunjukkan arus kas masuk, dan pasiva yang mengalami penurunan menunjukkan arus kas keluar.

Dengan aturan penyusunan sederhana tersebut maka kita dapat menyusun contoh data sebagai berikut:

Laporan Arus Kas - Metode Sumber dan Penggunaan Dana & Rekonsiliasinya

Dalam contoh data tersebut, saldo awal kas adalah Rp 1.750,- dengan total kas keluar sebesar Rp 12.850,- (negatif) sementara total kas masuk sebesar Rp 6.000,- (positif) sehingga netto kas keluar sebesar Rp 6.850,- (negatif). Dari rekap transaksi itu, maka diperoleh hasil kas akhir Rp 5.100,- (negatif). Posisi kas negatif ini kemudian direpresentasikan dalam bentuk saldo pinjaman ke bank sebesar Rp 5.100,-.

Strategi Pengunaan Dana

Prinsip keuangan yang utama adalah bahwa dana yang digunakan dalam jangka panjang seharusnya bersumber dari dana jangka panjang pula, sedangkan untuk penggunaan dana jangka pendek dapat bersumber dari dana jangka pendek sebagian dan sebagiannya lagi dari dana jangka panjang.

Strategi Arus Kas

Dalam contoh data yang kita lihat, terdapat potensi masalah yang cukup serius. Dimana sebesar Rp 7.750,- sumber dana jangka pendek dipergunakan untuk membiayai penggunaan dana jangka panjang dimana totalnya sebesar Rp 10.000,-. Hal ini tentu berpotensi mengganggu jalannya operasional perusahaan, yang bisa berujung pada resiko kebangkrutan.

Lebih lanjut mengenai analisa data akan kita sharing dalam lanjutan tulisan berikutnya mengenai beberapa rasio yang bisa dilakukan dengan ketiga laporan yang sudah kita bahas sebelumnya : Neraca, Laporan Laba Rugi, dan Laporan Arus Kas.

Sekian dulu ya sharing kali ini, sampai bertemu di seri berikutnya. Sekali lagi ini adalah simplifikasi dari akuntansi dan pelaporannya yang seringkali terasa rumit terutama untuk manajer dan business owner dengan background non-akuntansi. Feel free to give input please…

1 komentar

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *